Gus Dur
seperti tidak pernah kehabisan
cerita,
khususnya yang bernada sindiran
politik.
Menurut dia, ada kejadian menarik di
masa
pemerintah Orde Baru.
Suatu
kali Presiden Soeharto berangkat ke
Mekkah
untuk berhaji. Karena yang pegi
seorang
persiden, tentu sejumlah menteri
harus
ikut mendampingi. Salah satunya
"peminta
pertunjuk" yang paling rajin,
Menteri
Penerangan Harmoko.
Setelah
melewati beberapa ritual haji,
rombongan
Soeharto pun melaksanakan
jumrah,
yakni simbol untuk mengusir setan
dengan
cara melempar batu ke sebuah tiang
mirip
patung. Di sini lah muncul masalah,
terutama
bagi Harmoko.
Beberapa
kali batu yang dilemparkannya
selau
berbalik menghantam jidatnya. "Wah
kenapa
jadi begini ya?" cerita Gus Dus
menuturkan
pernyataan Harmoko yang saat
itu
tampak gemetar karena takut.
Lalu
Harmoko pindah posisi. Hasilnya sama
saja,
batu yang dilemparnya seperti ada
yang
melempar balik ke arah dirinya. Setelah
tujuh
kali lemparan hasilnya selalu sama,
Harmoko
pun menoleh ke kanan dan ke kiri,
mencari-cari
posisi presiden untuk "minta
petunjuk".
Setelah ketemu, lalu dengan lega
ia
tergopoh-gopoh menghampiri Bapak
Presiden.
Namun,
sebelum sampai di hadapan
Soeharto,
ia turut mendengar bisikan "Hai
manuia,
sesama setan jangan saling
lempar."
(rhs)
Sumber:
okezone.com, 11 Januari 2010
Tak
Punya Latar Belakang
Presiden
Mantan
Presiden Abdurrahman Wahid
memang
unik. Dalam situasi genting dan
sangat
penting pun dia masih sering
meluncurkan
joke-joke yang mencerdaskan.
Seperti
yang dituturkan Ketua Mahkamah
Konstitusi
Mahfud MD saat diinterview salah
satu
televisi swasta. "Waktu itu saya hampir
menolak
penunjukannya sebagai Menteri
Pertahanan.
Alasan saya, karena saya tidak
memiliki
latar belakang soal TNI/Polri atau
pertahanan,"
ujar Mahfud.
Tak
dinyana, jawaban Gus Dur waktu itu
tidak
kalah cerdiknya. "Pak Mahfud harus
bisa.
Saya saja menjadi Presiden tidak perlu
memiliki
latar belakang presiden kok," ujar
Gus Dur
santai.
Karuan
saja Mahfud MD pun tidak berkutik.
"Gus
Dur memang aneh. Kalau nggak aneh,
pasti
nggak akan memilih saya sebagai
Menhan,"
kelakar Mahfud. (mbs)
Sumber:
okezone.com, 01 Desember
2009
Santri
Dilarang Merokok
"Para
santri dilarang keras merokok!"
begitulah
aturan yang berlaku di semua
pesantren,
termasuk di pesantren Tambak
Beras
asuhan Kiai Fattah, tempat Gus Dur
pernah
nyatri. Tapi, namanya santri, kalau
tidak
bengal dan melanggar aturan rasanya
kurang
afdhol.
Suatu
malam, tutur Gus Dur, listrik di
pesantren
itu tiba-tiba padam. Suasana pun
jadi
gelap gulita. Para santri ada yang tidak
peduli,
ada yang tidur tapi ada juga yang
terlihat
jalan-jalan mencari udara segar. Di
luar
sebuah rumah, ada seseorang sedang
duduk-duduk
santai sambail merokok.
Seorang
santri yang kebetulan melintas di
dekatnya
terkejut melihat ada nyala rokok di
tengah
kegelapan itu.
"Nyedot,
Kang?" sapa si santri sambil
menghampiri
"senior"-nya yang sedang asyik
merokok
itu. Langsung saja orang itu
memberikan
rokok yang sedang dihisapnya
kepada
sang "yunior". Saat dihisap, bara
rokok
itu membesar, sehingga si santri
mengenali
wajah orang tadi.
Saking
takutnya, santri itu langsung lari
tunggang
langgang sambil membawa rokok
pinjamannya.
"Hai, rokokku jangan dibawa!"
teriak
Kiai Fatta.
Doa
Mimpi Matematika
Jauh
sebelum menjadi presiden, Gus Dur
dikenal
sebagai penulis yang cukup
produktif.
Hampir tiap pekan tulisannya
muncul
di koran atau majalah. Tema
tulisannya
pun beragam, dari soal politik,
sosial,
sastra, dan tentu saja agama.
Dia
pernah mengangkat soal puisi yang
ditulis
oleh anak-anak di bawah usia 15
tahun
yang dimuat majalah Zaman.
Kata
Gus Dur, anak-anak itu ternyata lebih
jujur
dalam mengungkapkan keinginannya.
Enggak
percaya? Gus Dur membacakan puisi
yang
dibuat Zul Irwan
Tuhan …
berikan
aku mimpi malam ini
tentang
matematika
yang
diujikan besok pagi
Becak
Dilarang Masuk
Saat
menjadi presiden, Gus Dur pernah
bercerita
kepada Menteri Pertahanan saat
itu,
Mahfud MD, tentang orang Madura yang
katanya
banyak akal dan cerdik. Cerita ini
masuk
dalam buku Setahun bersama Gus
Dur,
Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit.
Ceritanya,
ada tukang becak asal Madura
yang
pernah dipergoki oleh polisi ketika
melanggar
rambu “becak dilarang masuk”.
Tukang
becak itu masuk ke jalan yang ada
rambu
gambar becak disilang dengan garis
hitam
yang berarti jalan itu tidak boleh
dimasuki
becak.
“Apa
kamu tidak melihat gambar itu? Itu kan
gambar
becak tidak boleh masuk jalan ini,”
bentak
polisi.
“Oh
saya melihat pak, tapi itu kan
gambarnya
becak kosong. Becak saya kan
ada
yang mengemudi,” jawab si tukang
becak .
“Bodoh,
apa kamu tidak bisa baca? Di bawah
gambar
itu kan ada tulisan bahwa becak
dilarang
masuk,” bentak pak polisi lagi.
“Tidak
pak, saya tidak bisa baca, kalau saya
bisa
membaca maka saya jadi polisi seperti
sampeyan,
bukan jadi tukang becak seperti
ini,”
jawab si tukang becak sambil
cengengesan.
Radio
Islami
Seorang
Indonesia yang baru pulang
menunaikan
ibadah haji terlihat marahmarah.
“Lho
kang, ngopo ngamuk-ngamuk
mbanting
radio? (Kenapa ngamuk-ngamuk
membanting
radio?)” tanya kawannya
penasaran.
“Pembohong!
Gombal!” ujarnya geram.
Temannya
terpaku kebingungan.
“Radio
ini di Mekkah tiap hari ngaji Alquran
terus.
Tapi di sini, isinya lagu dangdut tok.
Radio
begini kok dibilang radio Islami.”
“Sampean
(Anda) tahu itu radio Islami dari
mana?”
“Lha…,
itu bacaannya all-transistor. Kan
pakai
Al."
NU
Diskon
Suatu
hari, di bulan Ramadan, Gus Dur
bersama
seorang kiai lain (kiai Asrowi)
pernah
diundang ke kediaman mantan
presiden
Soeharto untuk buka bersama.
Setelah
buka, kemudian salat Maghrib
berjamaah.
Setelah minum kopi, teh dan
makan,
terjadilah dialog antara Soeharto dan
Gus
Dur.
“Gus
Dur sampai malam di sini?”
“Engga
Pak! Saya harus segera pergi ke
‘tempat
lain’.”
“Oh
iya ya ya… silaken. Tapi kiainya kan
ditinggal
di sini ya?”
“Oh,
iya Pak, tapi harus ada penjelasan.”
“Penjelasan
apa?”
“Salat
Tarawihnya nanti itu ngikutin NU lama
atau NU
baru?”
Soeharto
jadi bingung, baru kali ini dia
mendengar
ada NU lama dan NU baru.
Kemudian
dia bertanya. “Lho NU lama dan
NU baru
apa bedanya?”
”Kalau
NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23
rakaat,”
kata Gus Dur.
“Oh
iya iya ya ya… ga apa-apa….”
Gus Dur
sementara diam.
“Lha
kalau NU baru?” tanya Soeharto.
“Diskon
60 persen. Salat Tarawih dan
Witirnya
cuma tinggal 11 rakaat.” Semua
tamu
buka puasa langsung tertawa.
Che
Guevara
guyonan
Gus Dur sewaktu masih menjadi
Presiden
RI, saat berkunjung ke Kuba dan
bertemu
dengan Fidel Castro.
Saat
itu Fidel Castro mendatangi hotel
tempat
Gus Dur dan rombongannya
menginap
selama di Kuba. Dan mereka pun
terlibat
pembicaraan hangat, menjurus
serius.
Agar pembicaraan tidak terlalu
membosankan,
Gus Dur pun mengeluarkan
jurus
andalannya, yaitu guyonan.
Beliau
bercerita pada pemimpin Kuba, Fidel
Castro,
bahwa ada 3 orang tahanan yang
berada
dalam satu sel. Para tahanan itu
saling
memberitahu bagaimana mereka bisa
sampai
ditahan di situ. Tahanan pertama
bercerita,
“Saya dipenjara karena saya anti
dengan
Che Guevara.” Seperti diketahui Che
Guevara
memimpin perjuangan kaum
sosialis
di Kuba.
Tahanan
kedua berkata geram, “Oh kalau
saya
dipenjara karena saya pengikut Che
Guevara!”
Lalu mereka berdua terlibat
perang
mulut. Tapi mendadak mereka
teringat
tahanan ketiga yang belum ditanya.
“Kalau
kamu kenapa sampai dipenjara di
sini?”
tanya mereka berdua kepada tahanan
ketiga.
Lalu
tahanan ketiga itu menjawab dengan
berat
hati, “Karena saya Che Guevara.”
Fidel
Castro pun tertawa tergelak-gelak
mendengar
guyonan Gus Dur tersebut.
Gus
Dur Naik Kereta
Setelah
mendapat larangan dari dokternya
untuk
tidak melakukan perjalanan jauh
dengan
menggunakan pesawat terbang, Gus
Dur
kemudian nekat untuk berpergian jauh
menggunakan
kereta api.
"Anda
mau pergi naik kerata api Gus?
Memangnya
Anda pikir bisa sampai tepat
waktu
dengan naik kereta api?" ledek si
dokter.
"Anda
jangan meremehkan, kereta itu cepet
banget
loh!" jawab mantan Presiden RI ke-4
itu.
"Kereta
api mana yang bisa menandingi
kecepatan
pesawat terbang?" tanya dokter.
"Oho..
Anda jangan salah. Semua kereta api
bisa
lebih cepat dari pesawat," kilah pria
kelahiran
Jombang, Jawa Timur, 7
September
1940 ini.
"Anda
mimpi kali. Semua orang juga tahu
kalau
pesawat itu jelas lebih cepat
dibandingkan
kereta api," cecar sang dokter.
"Wah,
Anda salah. Memang sekarang ini
pesawat
lebih cepat. Tapi itu karena kereta
api
baru bisa merangkak. Coba kalau kereta
api
nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari.
Wuiih..
pasti bakalan jauh lebih cepat dari
pesawat,"
jawab Gus Dur, disambut wajah
kecut
sang dokter. (rhs)
Sumber:
Okezone.com, Kamis, 07
Januari
2010
Obrolan
Para Presiden
Saking
udah bosannya keliling dunia, Gus
Dur
coba cari suasana di pesawat RI-01. Kali
ini dia
mengundang Presiden AS dan
Perancis
terbang bersama Gus Dur buat
keliling
dunia. Boleh dong, emangnya AS dan
Perancis
aja yg punya pesawat
kepresidenan.
Seperti biasa...
setiap
presiden selalu ingin memamerkan
apa
yang menjadi kebanggaan negerinya.
Tidak
lama presiden Amerika, Clinton
mengeluarkan
tangannya dan sesaat
kemudian
dia berkata: "Wah kita sedang
berada
di atas New York!"
Presiden
Indonesia (Gus Dur): "Lho kok bisa
tau
sih?"
"Itu..
patung Liberty kepegang!", jawab
Clinton
dengan bangganya.
Ngga
mau kalah presiden Perancis, Jacques
Chirac,
ikut menjulurkan tangannya keluar.
"Tau
nggak... kita sedang berada di atas
kota
Paris!", katanya dengan sombongnya.
Presiden
Indonesia: "Wah... kok bisa tau
juga?"
"Itu...
menara Eiffel kepegang!", sahut
presiden
Perancis tersebut.
Karena
disombongin sama Clinton dan
Chirac,
giliran Gus Dur yang menjulurkan
tangannya
keluar pesawat...
"Wah...
kita sedang berada di atas Tanah
Abang!!!",
teriak Gus Dur.
"Lho
kok bisa tau sih?" tanya Clinton dan
Chirac
heran karena tahu Gus Dur itu kan
nggak
bisa ngeliat.
"Ini...
jam tangan saya ilang...", jawab Gus
Dur
kalem.
Sumber:
gusdur.net, 13 November
2008
Kuli
dan Kyai
Rombongan
jamaah haji NU dari Tegal tiba
di
Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Arab
Saudi.
Langsung saja kuli-kuli dari Yaman
berebutan
untuk mengangkut barang-barang
yang
mereka bawa. Akibatnya, dua orang di
antara
kuli-kuli itu terlibat percekcokan
serius
dalam bahasa Arab.
Melihat
itu, rombongan jamaah haji tersebut
spontan
merubung mereka, sambil berucap:
Amin,
Amin, Amin!
Gus Dur
yang sedang berada di bandara itu
menghampiri
mereka: "Lho kenapa Anda
berkerumun
di sini?"
"Mereka
terlihat sangat fasih berdoa, apalagi
pakai
serban, mereka itu pasti kyai."(//ahm)
Sumber:
okezone.com,
Kamis,
2 April
2009
- 15:05 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar